top of page

Armadhany Fitra. Opini kritik untuk HMI

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) pada usia 65 tahun (5 Februari 1947-5 Februari 2012) semakin menunjukkan kepikunannya. Sungguh ironis bila mencermati persoalan internal pada Pengurus Besar di Jakarta, dan itu menjadi sorotan banyak pihak, terutama bagi kader di seluruh Indonesia. 66 tahun, tepat pada hari ini, bukanlah usia yang kanak-kanak lagi. Sejatinya, HMI harus sudah matang sebagai lembaga yang memperjuangkan nlilai-nilai keummatan dan kebangsaan. Tetapi yang terjadi malah sebaliknya. Lebih mengesankan HMI pada usia kepikunan, di mana tak ada lagi akal sehat, hati nurani dan nilai-nilai moral yang patut dibanggakan. Jangan lagi disebut karya, konsepsi berpikir yang selaras antara rasio-ilmiah dengan potensi supranatural, masalah mental saja belumlah selesai. Tidak salah jika cibiran dan sindiran seperti itu dihadiahkan kepada HMI pada saat sekarang ini.

“Leader is Action, not position” (Donald H. Mc Gannon;13). Kutipan tersebut memang tak diragukan lagi kebenarannya. Sejatinya, kepemimpinan memang merupakan sebuah aksi, bukan hanya sekedar posisi. Tanpa memerlukan jabatan, seseorang yangmemiliki jiwa kepemimpinan yang kuat akan dengan sendirinya menunjukkan bahwa ia memang seorang pemimpin.
Kepemimpinan adalah konsekuensi logis dari timbulnya suatu kehidupan di masyarakat. Mengapa? Karena dimana ada suatu kehidupan, maka akan ada masalah yang harus diselesaikan. Setiap masalah yang harus diselesaikan pasti membutuhkan keputusankeputusan. Pengambil keputusan itulah yang biasa kita kenal sebagai pemimpin.

Sederhananya, tugas pokok seorang pemimpin adalah sebagai pengambil keputusan atau eksekutor. Tapi tidak semudah yang dibayangkan untuk menjadi seorang eksekutor, dibutuhkan keberanian dan kematangan berpikir agar keputusan yang diambil berimplikasi baik terhadap masalah dan elemen yang menyertainya. Itulah sebabnya, walaupun semua orang berpotensi untuk menjadi pemimpin, namun tidak semua orang bisa mengambil posisi sebagai pemimpin. Mereka yang merasa tidak memiliki keberanian dan kematangan berpikir akan berpikir ulang untuk mengambil posisi tersebut atau akan tertutupi oleh orang yang memiliki sifat tersebut.

Bicara lebih jauh lagi tentang kepemimpinan, ia merupakan suatu sistem tentang subjek yaitu pemimpin dan bagaimana memperlakukan objek yaitu yang dipimpin. Pemimpin sering kali dikaitkan dengan bagaimana seseorang dapat berpengaruh terhadap orang yang ada disekitarnya. Ia akan terfokus kepada cara mempengaruhi orang lain dan kepatuhan orang lain melalui cara yang ia terapkan.

Mari kita lihat kondisi kepemimpinan di negeri kita. Kita semua mengetahui bahwa Indonesia mengalami krisis kepemimpinan. Sangat sedikit orang-orang yang berani tampil di negeri ini untuk menunjukkan bahwa dirinya memang siap memimpin. Ambil saja contoh Pilpres tahun 2009, seluruh calon Presiden yang maju ke pentas pemilihan adalah wajah lama.
Mereka semua telah memiliki dosa sejarah terhadap negeri ini. Maka sudah dapat ditebak, yang menang pun adalah calon yang paling sedikit memiliki dosa sejarah. Pemimpin-pemimpin yang terlihat saat ini pun tidak cukup memiliki jiwa
kepemimpinan yang memadai untuk mengubah negeri. Jelaslah terlihat bahwa tidak akan ada perubahan di Indonesia selama orang yang memimpin hanya yang itu-itu saja. Kaderisasi kepemimpinan, itu menjadi hal yang sangat tabu Indonesia.

Negara kita butuh pemimpin baru, cukup sudah orang lama mengisi pentas politik di
Indonesia. Sudah saatnya indonesia mengalami regenerasi kepemimpinan. Hal yang perlu dijawab oleh rakyat indonesia adalah pemimpin baru dengan kriteria seperti apa yang dibutuhkan negeri ini?

Kepemimpinan memang tak lepas dari sifat-sifat mulia. Sangat banyak sifat mulia yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, bahkan kita bisa mengatakan pemimpin itu lebih suci dari malaikat karena banyaknya sifat yang harus ia miliki. Sejatinya, seorang yang menerima posisi sebagai pemimpin harus siap menginternalisasikan sifat-sifat mulia kedalam dirinya. Mengapa? Karena itulah yang sering menjadi tuntutan orang-orang yang ada disekelilingnya. Tak mudah memang mengingat kita hanyalah manusia biasa yang sangat mungkin melakukan kesalahan.

Keteladanan

Pemimpin adalah cermin bagi rakyatnya. Ketika rakyat bercermin dan melihat wajah yang berbeda dengan yang diharapkan, maka rakyat akan kecewa atau bahkan marah dengan cermin tersebut. Inilah yang maksud dengan keteladanan. Sifat inilah yang paling efektif untuk mempengaruhi dan mengubah orang lain karena tidak hanya sekedar bicara. Keteladanan bisa diturunkan menjadi ketangguhan akhlak dan kematangan bersikap. Ketangguhan akhlak adalah bagaimana ia mampu menjadi orang yang selalu tepat waktu dan taat terhadap peraturan ketika orang lain menganggap remeh hal tersebut, bagaimana ia bisa menjadi pribadi yang hormat terhadap yang lebih tua dan mengasihi yang lebih muda serta memiliki etika yang baik ditengah dekadensi moral yang semakin menjadi-jadi. Bagaimana ia bisa mengatakan suatu kesalahan kepada orang lain secara jujur namun tidak sampai membuat orang yang salah menjadi kecil hati.

Kematangan bersikap adalah bagaimana seorang pemimpin dengan segala kerendahan hati mau mengakui kesalahan dihadapan siapapun tanpa harus merasa malu. Bagaimana ia senantiasa bisa tersenyum atau bahkan tetap bisa membuat orang yang disekitarnya tersenyum ditengah berbagai tekanan dan tuntutan yang datang kepadanya. Bagaimana ia selalu bisa memposisikan diri kapan ia harus menjadi pembicara yang baik dan kapan ia harus menjadi pendengar yang baik.

Kasus Open House yang menewaskan satu orang pasca lebaran kemarin merupakan satu bentuk pelajaran bagi  Presiden tentang kemampuan untuk bersikap lebih matang dalam menentukan keputusan. Apabila SBY meminta maaf kepada masyarakat, maka itu akan jauh lebih baik dan menunjukkan sikap keteladanan sebagai seorang pemimpin. Anies Baswedan mengatakan, “Kewibawaan justru dibangun di hadapan pendukung dan penentang.” Ketangguhan akhlak dan kematangan bersikap mampu menjadikan pemimpin menjadi sosok yang berwibawa baik dimata pengikut maupun penentang.

Kemampuan Berpikir
 

Tak bisa dimungkiri, seorang pemimpin tidak hanya cukup dengan akhlak yang baik saja, tapi ia juga harus memiliki kemampuan berpikir yang cerdas. Sifat-sifat yang baik hanya sebatas menjadikan seseorang pemimpin sebagai sosok yang berwibawa, namun kemampuan berpikirlah yang menjadikan seorang pemimpin dapat dikatakan sukses. Ketika dihadapkan pada suatu masalah, seorang pemimpin secara tidak langsung akan memperlihatkan kemampuan berpikirnya untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Berpikir secara analitis akan membantu dalam memilah-milah permasalahan menjadi bagian yang lebih kecil dan mengetahui penyebab utama suatu masalah, berpikir secara sintesis membantu dalam hal menggabungkan berbagai informasi dan pemahaman guna menentukan solusi bagi masalah yang dihadapi. Kemampuan berpikir tersebut diperlukan agar setiap ujian kepemimpinan yang dihadapi dapat diselesaikan secara sistematis dengan metode yang jelas, sehingga bisa dipertanggungjawabkan. Permasalahan bangsa kita sudah terlalu kompleks, mulai dari masalah sosial, ekonomi, pertahanan-keamanan, politik, dan lain sebagainya. Ini semua hanya dapat diselesaikan apabila pemimpin-pemimpin kita terbiasa dengan budaya berpikir secara analitis dan sintesis.

Saat ini, langkah yang tepat untuk mengoptimalkan kaderisasi kepemimpinan nasional adalah dengan menurunkan parliamentary tresshold (ambang batas parlemen) untuk pencalonan presiden. Dengan begitu, peluang untuk memunculkan pemimpin-pemimpin baru jadi lebih besar. Akan banyak gagasan baru, akan banyak ide-ide besar dari para calon pemimpin untuk negeri ini. Akan ada pendidikan politik baru yang jauh lebih partisipatif dan berkualitas.
Peran kita sebagai pemuda terlebih lagi seorang mahasiswa dalam mengatasi krisis kepemimpinan nasional ialah dengan meyiapkan diri kita untuk memimpin negara. Persiapan tersebut memang harus dilakukan dari sekarang dan kampus merupakan medan yang tepat utnuk melakukan berbagai aktivitas kepemimpinan mengingat kampus layaknya miniatur sebuah negara.

Berani untuk mengungkapkan pendapat, mengikuti berbagai pelatihan kepemimpinan yang diselenggarakan, berani memimpin lembaga yang ada di kampus dan bersaing secara sehat dalam berbagai kompetisi kepemimpinan merupakan bentuk persiapan kita menuju kepemimpinan nasional di masa depan. Apabila mahasiswa bisa mengoptimalkan
pembelajaran tentang kepemimpinan di kampus, kemudian mempertahankan idealisme setelah keluar dari kampus, maka kedepannya negeri ini akan dipimpin oleh orang-orang yang memang layak untuk dianggap sebagai pemimpin.

Krisis kepemimpinan Nasional di Indonesia merupakan masalah yang perlu sgera diatasi demi perubahan bangsa ini. Kepemimpinan yang mengedepankan keteladanan dan tingkat kemampuan berpikir yang tinggi merupakan kriteria pokok yang harus dimiliki pemimpin-pemimpin baru agar bisa menjawab segala bentuk permasalahan bangsa. Sudah saatnya negara memberikan pendidikan kepada calon-calon pemimpin bangsa untuk mengungkapkan gagasan mereka, ide-ide besar mereka mengenai masa depan Indonesia. Mahasiswa pun harus segera mulai menyiapkan diri untuk memimpin negeri agar siklus kaderisasi kepemimpinan nasional nantinya bisa berjalan secara seimbang dan berkualitas.

LEADER IS ACTION

  • w-facebook
  • w-tbird
  • w-flickr
bottom of page